Kantor Pemasaran Kami

Kantor Pemasaran Kami

Friday, May 9, 2014

Saat Yang Tepat untuk Mengambil Rumah

Seperti diketahui, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau KPR bersubsidi tidak akan diberikan lagi kepada rumah tapak setelah 31 Maret 2015. Subsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) ini tetap ada, namun hanya untuk rumah susun sederhana milik (rusunami).

Kebijakan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mendorong penggunaan rumah susun. Selain itu bertujuan agar tidak ada eksploitasi lahan pertanian.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (Ap2ersi) Ferry Sandiyana mengatakan pihaknya meminta subsidi rumah sederhana jangan dihilangkan. Pasalnya, subsidi sangat dibutuhkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk meringankan pembiayaan.

"Saya tidak setuju subsidi rumah sederhana tapak ini dihapuskan karena akan memberatkan bagi konsumen," ujarnya kepada wartawan, Kamis (8/5/2014).

Dia memahami kebijakan ini dibuat karena harga tanah semakin mahal. Namun hal ini hanya cocok diterapkan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung.

Kebijakan ini dianggap kurang cocok di daerah yang persediaan tanahnya masih banyak. Sebagai gambaran, harga tanah di Ciamis dan sekitarnya relatif terjangkau. "Kebijakan ini tidak sesuai dengan kondisi di lapangan," katanya.

Menurutnya, masyarakat masih lebih meminati rumah tapak dibandingkan rumah vertikal. Rumah dengan ada halaman dianggap lebih menarik karena dapat digunakan untuk bercocok tanam.

Penghapusan subsidi ini juga dianggap bertentangan dengan kewajiban pemerintah dalam memenuhi hak rakyat terkait perumahan (papan). Bahkan kebijakan ini diperkirakan akan menurunkan minat beli masyarakat.

"Saya khawatir penghapusan subsidi ini akan menurunkan minat masyarakat," bebernya.

Selain penghapusan subsidi, kebijakan lain yang diterbitkan pemerintah juga dianggap selalu membingungkan pengembang. Sebagai contoh, penjualan rumah bersubsidi melalui skema FLPP selama 4 bulan pertama 2014 sempat nihil.

Hal ini akibat Kementerian Keuangan belum menerbitkan aturan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk harga rumah subsidi yang baru, yang diusulkan Kemenpera.

Kondisi itu membuat pengembang enggan membangun rumah sederhana karena margin yang didapatkan sangat tipis. Namun, kondisi ini sedikit tertolong melalui penetapan harga rumah berdasarkan wilayah.

Dalam Permenpera Nomor 3 tahun 2014, disebutkan untuk wilayah I antara lain di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi kecuali Jabodetabek harganya Rp88 juta menjadi Rp105 juta.

"Selama ini, kami menjual rumah sederhana yang stok lama saja," pungkasnya.

Sumber :

http://www.inilahkoran.com/read/detail/2098989/ap2ersi-keberatan-subsidi-rumah-sederhana-dihapus